- Back to Home »
- Catatan , Copy Paste »
- Seakan Mengenalnya Sebelum Hidup...
Bayangan kami yang hinggap di jalanan Madura ^^ |
Ditulis oleh Raisa Karima pada tanggal 6 November 2012, dalam rangka 'tugas'.
Ahh, speechless saya mah. Bukan karena kontennya, tapi karena ternyata apa yang saya rasakan tidak bertepuk sebelah tangan, saya masih dianggap. Dianggap sebagai teman, bahkan.. (baca aja tulisan ini sampe kelar). Hahahaha.. *terharu*
**********
Apa yang akan kamu lakukan jika kamu telah menemukan seorang teman yang tidak hanya sekedar teman di dunia saja, namun juga seorang teman yang senantiasa membimbingmu menuju surga? Tentu kamu tak ingin menyia-nyiakan kehadirannya bukan? Begitu juga denganku. Karena, aku bahkan tak sempat berpikir lebih jauh lagi jika ia tak lagi ada di sisiku, di salah satu sudut ruang hatiku.
Sebut saja sebenarnya kami tak begitu dekat, sampai sebelum kami tamat TK. Hahaha... TK? Bagi kalian mungkin ini adalah hal terkonyol yang pernah ada, tapi memang begitulah adanya. Sepertinya kami telah dipertemukan jauh sebelum kami berdua dilahirkan di dunia ini. Hingga, saat umur kami telah mencapai batas minimum murid TK, kami akrab begitu cepat. TK itu adalah awal kami mulai mengaduk-aduk rasa dan asa. Mencoba membuat adonan kehidupan yang empuk...
Begitu banyak hal yang tejadi semasa TK yang membuat hidup kami penuh warna. Persahabatan yang pasang surut. Layaknya anak-anak kebanyakan, kami pun tak luput dari yang namanya pertengkaran, perebutan, bahkan pernah tak saling menyapa karena kesal yang begitu menumpuk. Tapi seketika rasa permusuhan itu luluh – entah kenapa, aku tak ingat – dan pertemanan kembali seperti sedia kala.
Mungkin tak butuh banyak alasan kenapa aku dan dia bisa berteman sedekat itu. Hanya saja, aku dan dia memang sepertinya telah menjalin persahabatan saat kami masih di surga dulu. Di suatu masa yang entah apa namanya. Yang pasti sebelum ruh-ruh kami di tiupkan pada tahun 1993. Dan alasan klasik itu pun cukup menjadi satu-satunya alasan bagiku kenapa aku dan dia bisa berteman seperti ini.
Sudah aku bilang bukan, bahwa persahabatan kami ini pasang surut. Bukan hanya dari segi ego, tapi waktu pun memang telah menakdirkan kami terpisah begitu lama, dan akhirnya mempertemukan lagi. Aku dan dia seakan-akan dipermainkan dengan sebegitu lumrahnya oleh takdir. Tapi di sanalah letak proses pendewasaan pertemanan kami.
Setelah tamat TK, aku dan dia pun berpisah. Kami beda sekolah, meski pada awalnya telah merancang impian masuk di SD yang sama. Tapi takdir memang sungguh tega pada saat itu untuk memisahkan kami.
SD selama 6 tahun tak pernah memberi kesempatan kepada kami untuk bertemu, selain pada satu momen lomba matematika di sekolahku yang mengundang beberapa sekolah, termasuk sekolahnya. Ya, hanya sekali itu. Itu pun di tahun akhir kami di SD. Kami begitu canggung, sama-sama enggan menyapa. Meski akhirnya aku yang memberanikan diri untuk menyapanya sebelum dia pulang dari lomba. Singkat saja, hanya menanyakan kabar, dan aku pun berlalu bertepatan dengan angkutan umum yang ditujunya datang.
Waktu berlalu begitu cepat, hingga kami – lagi-lagi entah kenapa – dipertemukan kembali di SMP yang sama. Berlanjut hingga SMA. Tapi seperti yang sudah di duga, selama 6 tahun SMP-SMA, aku dan dia tidak begitu dekat. Tapi seakan ruh kami benar-benar terpaut dengan nyata. Semangatku adalah semangatnya. Gundahku adalah gundahnya. Kami berbagi dalam diam. Kami akrab dalam keheningan. Tapi itu terasa nyata bagi kami. Sulit di percaya? Dan memang begitulah adanya...
Dia dengan sendirinya telah menjadi tak jauh berbeda dengan saudara kandungku. Kami berpacu dalam kebaikan. Dalam keta’atan kepadaNya. Berlomba siapakah sekiranya yang menjadi hamba Allah yang lebih utama. Dan kami sepakat harus sama-sama menjadi juara satunya. Sehingga, saling mengingatkan kala alfa itu menjadi sebuah keharusan.
Dan setalah 6 tahun dipertemukan kembali, kini, ketika kami kuliah, kembali takdir memisahkan. Meski sama-sama jurusan psikologi, namun universitas yang berbeda memberikan sensasi tersendiri dalam pertemanan kami selanjutnya.
Pertemanan ini akan terus bertahan, anggap saja memang tak ada jarak antara Malaysia dan Indonesia. Karena hati kami begitu dekat. Sudah kubilang, pertemanan kami sudah dimulai sejak sebelum kami dilahirkan ke dunia... :)