- Back to Home »
- Catatan , Oase Islam »
- Islam yang Rahmah
Untuk semester ini, saya sudah mulai mengambil subjek pilihan di jurusan. Kali ini saya diberi kesempatan untuk mengenal dan mempelajari tentang Forensic Psychology. Do you know what is it? Googling please.. Wkwkwkwk
Forensic Psychology ini juga dikenal dengan Criminal Psychology. Jadi isinya berkisar tentang hukum kriminal, juga hukum antara pelaku, korban, dan saksi kejahatan. Kalau dalam islam, erat kaitannya dengan fiqh jinayah.
Suatu hari di kelas, dosen saya untuk subjek ini bertanya “di zaman Rasulullah, ada kasus seorang perempuan yang telah berzina, merasa bersalah dan mengaku dihadapan Rasulullah. Dia meminta beliau untuk merajamnya. Tapi Rasulullah mengundurnya bertahun-tahun meski si perempuan telah berkali-kali memohon agar dia segera dihukum.
Sampai pada suatu hari, Rasulullah akhirnya menjatuhkan hukuman padanya. Sebagai seorang psikolog (will be) apa unsur psikologis yang ada dalam kisah itu yang menunjukkan bahwa syari’at islam atau hudud itu rahmah, bukan kejam seperti yang digambarkan banyak orang?”
Saya waktu itu sudah bisa meraba-raba jawabannya, tapi tidak begitu pede. Lalu saya mencoba menjawab dengan jawaban yang lain “Sir, bukankah dalam islam kalau seseorang sudah diberi hukuman sesuai syari’at, dia tidak akan dihukum lagi diakhirat?”
"Jawabannya betul. Tapi ini terlalu ekstrim. Jawaban ini tidak bisa membuktikan kepada orang lain bahwa hukum islam itu rahmah, bahwa syari’at adalah yang terbaik. See this case based on the perspective of Psychology" jawab beliau.
Aduh, jadi bukan itu toh. Kacamata psikologi itu kayak mana sih. Apa mungkin jawaban yang saya ragui tadi benar ya? Tapi saya kurang berani untuk menyampaikannya. Sudah beberapa mahasiswa yang mencoba menjawab pertanyaan tersebut, tapi belum ada satupun yang sesuai.
Akhirnya, karena tak kunjung dijawab sesuai harapan dan juga untuk mempersingkat waktu, akhirnya dosen saya menjawab “Rasa bersalahnya. Jika perempuan tersebut hidup dengan perasaan bersalah yang mendalam, ini akan berakibat buruk padanya, pada keluarganya, dan juga masyarakat”.
Lanjut beliau “oleh karena itulah Rasulullah memutuskan untuk merajamnya demi menyelamatkan dirinya, keluarganya, dan juga masyarakat sekitar. Inilah yang menunjukkan betapa rahmah-nya islam, betapa syari’at itu bukanlah untuk menyiksa tapi menyelamatkan”.
Oalah, itu kan jawaban yang saya ragukan tadi. Ternyata itu yang dinanti-nanti.
Inilah dia sekelumit penjelasan tentang Islam nan rahmatan lil ’alamin. Bahwa eksistensi dan aplikasi syari’ah islamiyah adalah untuk kemaslahatan ummat, untuk kebaikan mereka dunia dan akhirat. Hudud dan qisas memanglah hukum islam, tapi itu hanya sebagian kecilnya. Sedangkan sebagian besar diisi oleh ta'zir.
Dan seperti kasus diatas, hudud tidak serta merta diaplikasikan ketika seseorang berbuat salah, ada proses dan banyak pertimbangan yang bahkan bisa membawa pada pembebasan seseorang dari hudud. Karena, islam itu indah, islam itu rahmah. Our lifestyle and our way of life.
Dan disinilah letak salah satu peran Psikolog muslim untuk menunjukkan keindahan islam, sebagai agent of change, agent of dakwah. Selamat berkontribusi!