Sebenarnya ini hanya tugas sebuah mata kuliah "Developmental Psychology" untuk mewawancara seseorang yang berusia diatas 55 tahun. Usia yang cukup tua dan tentunya bakal banyak kisah pengalaman yang dipunya.

Awalnya aku bingung mencari siapa yang akan diwawancarai, akhirnya terlintas dibenakku untuk mencoba mewawancara ibu salah seorang seniorku yang kebetulan berdarah minang.

Anggap saja nama ibunya bu siti (aku lupa). beliau seorang ibu tangguh beranak 8, namun salah satu dari 8 anaknya telah mendahuluinya menjumpa Rabb-nya sewaktu kecil.
Aku mewawancara beliau lebih fokus pada perkembangan finansial sejak beliau kecil hingga saat ini. Namun beliau menceritakan banyak hal yang luar biasa..



Beliau hidup dalam lingkungan keluarga yang cukup, kebutuhan primer dan sekunder terlengkapi dengan baik. Namun, setelah memiliki tiga anak, dengan alasan yang kurang jelas sang bapak memutuskan untuk menikah lagi. Tak tahan dimadu, ibunya bu siti meminta cerai pada si bapak. Mulai saat itu, kehidupan ekonomi keluarga bu siti memburuk.

Sebagai anak pertama, ibu siti memiliki tanggung jawab yang cukup besar bagi kelangsungan hidup keluarganya. Ia merasa kasihan kepada ibunya, dan akhirnya ia mencukupkan studinya hanya sampai tingkat SD demi membantu ibu dan kedua adeknya untuk terus bertahan dan melanjutkan pendidikan. Ia bertani dan melakukan pekerjaan-pekerjaan halal agar mendapatkan rejeki yang telah Allah janjikan.

Selang beberapa tahun kemudian, ibunya bu siti diberikan Allah seorang suami. Namun, dari pernikahan kedua ini, beliau tidak dikaruniai anak.

Bu siti terus menerus berusaha mengurangi beban orang tuanya hingga kedua adeknya menyelesaikan pendidikan sampai ke tingkat SMA. Pengorbanan luar biasa yang dilakukan seorang anak tamat SD hingga bertahun2 kemudian.

Menginjak usia 18 tahun, bu siti dilamar oleh seorang lelaki luar biasa (begitu kata bu siti). Lelaki yang sangat bertanggung jawab dan sangat keras bekerja untuk menghidupi keluarganya. Seperti yang sudah saya tulis diawal, dari pernikahan ini bu siti dikaruniai 8 orang anak, dan satu diantaranya meninggal ketika kecil. Berkat pertolongan Allah, dan dengan usaha maksimal dari bu siti dan suaminya alhamdulillah, semua anak beliau dapat bersekolah hingga minimal tamat jenjang S1.

Bu siti menuturkan bahwa saking bertanggung jawabnya suaminya sampai-sampai bu siti tak diizinkan bekerja apapun. Karna suaminya tak suka jika pulang bekerja, sang istri belum menyiapkan apa-apa untuk beliau, atau bahkan belum pulang dari kerjanya. Oleh karna itu, beliau tak mengizinkan bu siti bekerja. "Biarlah saya saja yang susah, asalkan semua kebutuhan terpenuhi" begitu kata suami bu siti.

Sampai-sampai suami bu siti merantau ke Medan, bahkan ke Malaysia (sampai sekarang) untuk mencari rizki yang tersebar diseluruh pelosok bumi. Dan terkadang bu siti dibawa, namun lebih sering ditinggal untuk menjaga dan mendidik anak-anaknya di kampung. Dan kurang lebih sekali sebulan, bu siti akan dikirimkan uang dari suaminya untuk memenuh kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pendidikan anak-anaknya.

Dalam mendidik anak, bu siti mengaku dia tidak begitu sabar dengan tingkah semua anak-anaknya yang jelas berbeda satu sama lain. Beliau sering marah dan cerewet, tapi tak pernah sekalipun beliau memukul anak-anaknya. Bu siti ingin membina kekompakan keluarga serta kemandirian anak-anaknya dalam segala hal. Beliau ingin anak-anaknya saling membantu satu sama lain dan tak ingin ada masalah-masalah yang menimbulkan perpecahan dan rumah tangga.

Dalam kehidupan sosial masyarakat, bu siti mengingatkan agar kita selalu menjaga keharmonisan hidup bertetangga. Dikala tetangga membutuhkan, beliau selalu berusaha membantu semampunya walaupun beliau juga sedang membutuhkan. pernah suatu kali, bu siti menitipkan anaknya ke tetangga karna ketika itu beliau harus pergi ke suatu tempat. sekembalinya beliau, si anak sudah menghabiskan jajanan seharga 1000 rupiah. Namun bu siti  tidak punya uang untuk membayarnya karna ketika itu bu siti belum sempat mengambil uang kiriman suaminya ke kota. Disaat yang sama anak bu siti yang lebih besar yang baru saja pulang dari sekolah memiliki uang yang pas. dengan sedikit bujukan, akhirnya si kakak bersedia mengikhlaskan uang 1000 nya untuk membayar jajanan si adek.

Kemudian, hal yang tak disangka terjadi. sorenya, bu siti kedatangan saudaranya dan langsung saja si kakak yang mengikhlaskan uang 1000nya tadi dikasih uang 10.000 oleh si paman. nah, dari uang inilah bu siti bisa membiayai ongkos menuju kota untuk mengambil kiriman uang dari suaminya.

Satu hal yang selalu bu siti tekankan yaitu SABAR. Bersabarlah dalam setiap ujian, terus berdo'a meminta padaNya, lancarkan shalat tahajjud, dan yang paling penting adalah, yakini akan kekuatan surat yasin.

Kurang lebih begitulah hasil wawancaraku dengan bu siti. Sungguh, perjalanan hidup yang sangat menginspirasi! Terima kasih bu siti..
Semoga Allah selalu memberkahimu dan keluargamu..

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Shofia Shabrina -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -