- Back to Home »
- Corat-coret »
- Menyikapi Polemik 4x6 dan 6x4
Sudah hampir sepekan Indonesia dihebohkan dengan gambar tugas anak kelas 2 SD tentang operasi perkalian yang di-upload oleh kakaknya di facebook. Dia merasa, jawaban yang dia ajarkan kepada adiknya adalah benar dan gurunya salah.
Mungkin tidak perlu dijelaskan lagi secara detail tentang masalah yang telah membuat ilmuan-ilmuan Indonesia beradu argumen dan pemahamannya. Karena sudah banyak berita yang menyebar-luaskannya, baik yang mendukung si murid, maupun si guru.
Setuju atau tidaknya kita dengan tindakan guru yang menyalahkan hampir semua soalan, tergantung pada kacamata yang kita gunakan untuk memandang masalah. Keduanya, murid dan guru, bisa jadi salah dan juga bisa jadi benar.
Tapi, ada hal yang harus ditekankan dan dipegang oleh seorang pendidik. Apresiasi. Iya apresiasi. Apa itu? Apresiasi adalah ‘penghargaan terhadap sesuatu’. Memberikan apresiasi terhadap murid adalah keharusan bagi seorang guru. Tapi juga tidak lupa untuk mengingatkan dan memberikan perbaikan kepada murid.
Menurut teori perkembangan yang disusun oleh Erickson, pada usia 6-11 tahun, anak-anak mengalami masa produktif untuk berkreasi dan berinovasi. Jika mereka diapresiasi atas apa yang mereka kerjakan, maka produktifitas berkembang. Jika tidak, maka ia akan terhambat dan bahkan bisa menimbulkan rasa rendah diri.
Dalam islam, seorang guru haruslah mendidik muridnya dengan basis ‘bagaimana murid bisa mencintai ilmu’ bukan ‘mencintai nilai’. Kenapa? Karena nilai bersifat relatif. Yang nilainya tinggi bisa jadi sukses, yang nilainya rendah ternyata bisa jadi lebih sukses.
Dan juga, tidak ada satupun bukti di alquran maupun hadits yang memuji orang yang memiliki nilai yang tinggi. Malahan, banyak ayat dan hadits yang menyanjung para pecinta ilmu. “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar alquran dan mengamalkannya”.
Tidak masalah ketika anak-anak berbuat kesalahan karena itu bukti mereka mencoba dan berusaha. Yang penting itu adalah respon yang diberikan terhadap kesalahan-kesalahan itu. Wallahu a’lam.
Mungkin tidak perlu dijelaskan lagi secara detail tentang masalah yang telah membuat ilmuan-ilmuan Indonesia beradu argumen dan pemahamannya. Karena sudah banyak berita yang menyebar-luaskannya, baik yang mendukung si murid, maupun si guru.
Setuju atau tidaknya kita dengan tindakan guru yang menyalahkan hampir semua soalan, tergantung pada kacamata yang kita gunakan untuk memandang masalah. Keduanya, murid dan guru, bisa jadi salah dan juga bisa jadi benar.
Tapi, ada hal yang harus ditekankan dan dipegang oleh seorang pendidik. Apresiasi. Iya apresiasi. Apa itu? Apresiasi adalah ‘penghargaan terhadap sesuatu’. Memberikan apresiasi terhadap murid adalah keharusan bagi seorang guru. Tapi juga tidak lupa untuk mengingatkan dan memberikan perbaikan kepada murid.
Menurut teori perkembangan yang disusun oleh Erickson, pada usia 6-11 tahun, anak-anak mengalami masa produktif untuk berkreasi dan berinovasi. Jika mereka diapresiasi atas apa yang mereka kerjakan, maka produktifitas berkembang. Jika tidak, maka ia akan terhambat dan bahkan bisa menimbulkan rasa rendah diri.
Dalam islam, seorang guru haruslah mendidik muridnya dengan basis ‘bagaimana murid bisa mencintai ilmu’ bukan ‘mencintai nilai’. Kenapa? Karena nilai bersifat relatif. Yang nilainya tinggi bisa jadi sukses, yang nilainya rendah ternyata bisa jadi lebih sukses.
Dan juga, tidak ada satupun bukti di alquran maupun hadits yang memuji orang yang memiliki nilai yang tinggi. Malahan, banyak ayat dan hadits yang menyanjung para pecinta ilmu. “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar alquran dan mengamalkannya”.
Tidak masalah ketika anak-anak berbuat kesalahan karena itu bukti mereka mencoba dan berusaha. Yang penting itu adalah respon yang diberikan terhadap kesalahan-kesalahan itu. Wallahu a’lam.