Tepat seminggu menginjakkan kaki di negri cantik tempat Messi berada. Pemain bola dengan nomor punggung 10 itu. Siapa pula yang tak tau.

Well, udara dingin Barcelona pagi ini sedikit menyurutkan hati untuk keluar dari Apartemen. Cukup dengan duduk cantik dikamar sambil mengumpulkan semangat untuk menuliskan apa yang sudah dilalui dalam beberapa hari ditempat yang jaraknya entah berapa ribu atau ratus ribuan kilometer dari rumah. Terpisah jarak dan waktu dari Umi, Buya dan adik-adik setelah hampir 6 tahun menjadi gadis sulung yang setiap harinya melihat wajah dan mencium aroma mereka di rumah. It's totally different.

Semangat berjuang sendirian kembali terasa setelah SMP sampai SMA jauh dari mereka.

Mungkin di tulisan ini aku tidak akan menceritakan tentang indahnya negri Eropa mulai dari Frankfurt, Amsterdam, Brussels, Paris, Rome dan tentu saja Barcelona. Mungkin dilain kesempatan aku akan menceritakannya panjang lebar.

Banyak yang bertanya kenapa memberi judul 'Membagi Cinta (lagi)' bukan?

Akan kujelaskan.

Sebagian disini mungkin sudah paham, sebagiannya lagi sedang mengerutkan kening sambil menebak-nebak, dan sebagiannya lagi tidak paham sama sekali.

Ini berkaitan dengan hiruk-pikuk kejadian beberapa hari yang lalu di padang. Tentang pesta demokrasi yang katanya teramat banyak bumbu pedas,asin,asam,pahit dan manis sehingga tak lagi jelas mana yang teman mana yang lawan, tentang kemenangan yang sudah jelas menurut angka namun masih samar karna harus menunggu kepastian, tentang... Ah,tentang pengorbanan Buya dan banyak orang-orang di sekitar buya yang berjuang habis-habisan mulai dari tenaga, pikiran, waktu, materi dan semua hal yang mungkin tidak sengaja terabaikan. Tentang memperjuangkan kebaikan ditengah-tengah kekufuran banyak orang yang sangat mudah ditaklukkan uang. Ini tentang memperjuangkan kebaikan ditengah-tengah gonjang-ganjing suhu perpolitikan yang sedang sangat tidak nyaman untuk dihirup, dirasakan dan disaksikan.

Tentang sebuah kemenangan atas peluh-peluh dan air mata pengorbanan banyak orang.

How i am really glad to be your daughter dad,
Ditengah-tengah banyak kekurangan yang aku miliki. Atas jilbab yang kurang panjang, baju yang kurang lebar, perilaku yang kurang ng'akhwat'. Atas banyak ketidakpuasan orang-orang disekitarmu mungkin, atas diriku yang agak sedikit berbeda. I just love my Dad and actually my Mom, everytime. Everywhere.

Aku ingat betul ketika perjuangan atas visa yang tak kunjung keluar sedikit meruntuhkan semangat untuk melanjutkan salah satu cita-cita menginjak eropa demi menambah pengalaman untuk masa kedepan, untuk gelar yang akan kubawa sampai ajal datang. Buya, mengikhlaskan aku pergi. Mungkin saja dengan berat hati. Untuk umi yang menyiapkan keperluan, dari rendang yang mungkin cukup untuk lebih dari 1 bulan. Akhirnya, aku pergi dan melepaskan kesempatan untuk menambah 1 suara beberapa hari yang lalu.

Anehnya hari itu aku seperti lupa ada hal penting yang terjadi. Aku sampai di Rumah Sakit tepat waktu. Bahkan, aku yang datang pertama kali di ruangan tempat Duty Report pagi itu. Lanjut dengan kegiatan Case discussion dengan Proffesor, dan kemudian konsultasi pasien hingga hampir sampai jam 5 sore tanpa henti. Tanpa koneksi internet, tanpa kabar, tanpa apa-apa. Suasana hati mendadak lempeng saat aku mengingat kalau ada kejadian penting hari itu.

Aku bergegas pulang ketika sadar di Indonesia mungkin malam sudah semakin larut. 6 jam tepat perbedaan waktunya. Aku pulang, namun hati gentar untuk mencari tau. Aku putuskan untuk sholat Ashar kemudian mengaji terlebih dahulu. Beberapa jam kemudian, tangan masih tak bergerak untuk membuka kabar via gadget yang ada. Semenit, dua menit.....

Setelah beberapa saat aku mulai membaca satu persatu kabar dari Twitter, Facebook dan media informasi lainnya.

Air mataku tumpah ruah.

Sungguh yang aku fikirkan adalah....
Apa aku siap membagi CINTA lagi dengan ratus ribuan orang di kota yang tak sepenuhnya mendukung kebaikan ini???

Aku rindu buya, rindu dipeluk kemudian diusap kepalanya. Aku tau, Buya bahkan sudah mempersiapkan kemungkinan apapun dari sejak ia memutuskan terjun bebas dalam tebing dakwah yang sangat curam jika kau terjun, dan sangat terjal jika kau daki. Siap untuk menang dan tentu saja siap untuk kalah.

Aku ingat betul ketika pada suatu hari, kami duduk berdua dimeja makan (hanya berdua) bertatapan, bercerita kemudian menertawakan suatu kejadian lucu tentang Umi sampai menangis mengeluarkan air mata. Ditengah-tengah ketidakpastian kala itu menunggu kapan putaran ke-2 akan dilaksanakan.

Apa aku siap, cinta buyaku terbagi pada orang-orang yang mendukungnya siang malam namun kadang masih sinis menanggapi diriku yang belum sesuai dengan harapan mereka?

Sungguh,
Jika kalian mencoba berada di posisiku, maka coba pahami. Bahwa tak mudah membagi cinta. Sangat tidak mudah.

Ketika aku memahami bahwa jalan yang ditempuh buya adalah sesuatu yang di Takdirkan Allah terjadi dan sudah tertulis di
Lauhul Mahfudz sana, maka aku menipiskan ego yang awalnya tebal untuk memaknai bahwa ini bagian dari Jihad. Bagian dari cita-cita untuk mengokohkan Islam benar-benar tegak.

Apa kabar Padang?

Aku sudah menyiapkan jika saat keputusan itu datang, Buya akan kembali banyak menghabiskan waktu demi menegakkan kebaikan. Aku siap jika mungkin nanti, saat gelar Dokter disematkan Buya sedang sibuk mengurusi banyak orang. Sama saat aku di wisuda Sarjana Kedokteran tahun lalu. Aku ikhlas jika mungkin tak akan ada sabtu-minggu kita seperti beberapa hari yang lalu saat kita kembali menikmati udara Tabing di pagi hari. Saat aku melihat buya begitu girang mengantarkan dua adik kecilku ke sekolahnya. Aku rindu.

Apapun itu,

Aku tidak akan menyurutkan Buya atas langkah yang ia tatah satu-satu bersama para pejuang-pejuang itu. Pejuang kebaikan. Kalau memang menang, ini kemenangan mereka. Yang sudah sangat berbesar hati menghibahkan lebih dari sebagian hidup, dengan bermiliar pengorbanan, peluh dan air mata. Ini kemenangan KEBAIKAN. Agen-agen surga yang Tuhan turunkan berkembang dan bergerak di muka bumi.

Atas semangat juang ketika dianggap memperjuangkan 'mission imposibble' ini. Ini bukti nyata, kalau kita.... Tidak akan pernah sama sekali sukses hidup sendirian.

Ini kemenangan bersama.

Terimakasih untuk Tuhan pencipta alam yang selalu menjaga Buya,Umi dan adik2 serta para agen-agen Surga lainnya. Untuk ketangguhan, kesehatan, penjagaan, atas apapun yang membuat peluh dan air mata mereka menjadi permata yang disambut tawa bahagia penuh kesyukuran. Ini bukti nyata bahwa Allah selalu sayang kita.

Selamat berjuang Buya,
My precious dad, my trully love... My everything! You're the best man in the World. I love you so much,and actually i love you in every half-breath i take.

Barcelona, 9th March 2014

Cientos de miles de kilómetros de casa. Miss.

By: Diniy Miftahul Muthmainnah

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Shofia Shabrina -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -