8 & 9. Ini adalah nomor punggung dua anak paling kecil di keluarga kami. Namanya Fauzana Syamila dan Ahda Syakira. Mereka terlahir dengan jarak usia 2 tahun 6 bulan (kalau ngga salah hitung). Mereka sekarang duduk dibangku kelas 5 dan kelas 3 SD Adzkia.

Melihat perkembangan anak-anak zaman sekarang, aku sangat tertarik untuk bercerita tentang dua bocah akrab ini. Terkadang mereka disangka kembar karena sering menghabiskan waktu berdua bersama, baik di sekolah maupun di rumah.

Walaupun mereka dekat, yang namanya anak kecil (bahkan yang udah gede pun) pasti mengalami cekcok dan pertengkaran yang menjadi penghias persaudaraan. Tapi, biasanya, ngga berapa lama setelah itu udah baikan lagi, karena bingung 'kalau bertengkar dan ngga main bareng, terus aku mau main sama siapa?'. :D

**********

Pertumbuhan teknologi sangat mempengaruhi kebiasaan anak-anak. Internet yang melekat disetiap perangkat komputer maupun telepon genggam menghadirkan kesenangan tersendiri. Bahkan orangtua pun sengaja memfasilitasi anak-anak mereka agar terlihat keren dan ngga ketinggalan zaman, sehingga mereka meminggirkan konsekuensi atas tindakan ini.

Aku menyaksikan sendiri bagaimana gaya anak-anak SD zaman sekarang. Aku melihat sendiri ketika teman-teman kedua adikku ini mampir ke rumah dengan menggenggam seonggok mesin yang biasa disebut Handphone (hahahaha). Bahkan, milik bocah itu jauh lebih keren dan mahal dari yang aku punya. Luar biasa!

Untuk anak-anak seusia adik-adikku ini, teman memiliki pengaruh yang cukup besar. Mungkin diawal tidak menjadi masalah, tapi semakin banyak yang memiliki mesin ini dan semakin meningkat mode dengan kemunculan tong-tongsis-an, maka keinginan itu semakin menggeliat dan menggerogoti rongga-rongga keinginan mereka.

Suatu hari, Fauzana dan Ahda dengan lagak bercanda pernah minta dibelikan handphone ke ummi dan buya. Bukannya dijawab, mereka malah diberi pertanyaan "emangnya buat apa handphone?". Mereka menjawab dengan polos "iyya, ntar kalau fauzana dan ahda pulang sekolah lebih cepat kan bisa langsung telpon oom". Dijawab lagi "kalau gitu kan bisa pinjam hape ustadzah di sekolah".

Mendengar jawaban itu, mereka tak tahu lagi harus bilang apa. Karena betul apa yang ummi bilang. Ngga harus punya handphone pribadi untuk bisa menghubungi ummi, buya, atau oom. Karena inilah tak seorangpun dari kami yang tidak hafal nomor ummi dan buya (kalau oom, karena sering gonta-ganti jadi ngga hafal :p).

Selain itu mereka juga tahu bahwa tak seorangpun dari kakak-kakak dan abang-abang mereka yang pernah dibelikan hape oleh ummi ataupun buya. Paling pernah dikasih hape-hape sederhana pemberian dari perusahaan yang buya kunjungi. Itupun harus merayu buya dulu agar dapat izin ngambil hape tersebut dengan alasan yang kuat.

Anyway, itulah mereka dengan segala kesederhanaan yang mereka punya. Walaupun internet sudah hinggap di rumah, mereka tetap lebih senang beraktifitas dan memainkan permainan yang melibatkan dan menuntut seluruh anggota badan untuk bergerak, seperti main bola ping-pong, main sepeda, dll. Karena itulah setiap liburan aku selalu ingin pulang agar dapat menemani mereka menikmati masa-masa emas ini. :)

I love you both upiak-upiak! Terus menjadi anak yang sholehah ya, dan semoga cita-cita kalian tercapai. Do'aku slalu menyertaimu. *Rindu*

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Shofia Shabrina -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -